Thursday, January 01, 2009

Untuk Negeri yang Terluka

Siang yang begitu terik itu menjadi luluh.. Syahdu. Walaupun riuh kendaraan berlalu lalang tanpa henti, orang-orang hilir mudik dengan kesibukannya masing-masing, dan para petugas berseragam polisi bersiaga, semuanya tak berpengaruh pada syahdunya suasana ini. Suasana kecintaan yang kental. Suasana kepedihan yang dalam. Suasana keterikatan yang erat. Semua rasa itu tertuju pada saudara kami nan jauh di sana, di bumi perjuangan Palestina.

Para mahasiswa dengan berbagai almamater, dengan mengusung panji-panji perjuangan, membentuk shaf-shaf yang rapat. Setelah tiga setengah kilometer massa itu berjalan dalam barisan, diiringi orasi-orasi bergelora, sambil membagikan lembar pemikiran agar masyarakat juga memahami dan peduli terhadap penderitaan muslim Palestina dan kebiadaban yahudi Israel, akhrnya kami mencapai titik pemberhetian aksi massa ini. Di sini kami berdiri, di bundaran air mancur, tepat di depan gerbang Masjid Agung Palembang Darussalam yang gagah menjulang. Orasi berhenti. Shaf-shaf semakin dirapatkan. Kemudian komando diambil alih oleh imam di depan. Shalat ghaib untuk lebih dari 390 syuhada di palestina pun dimulai. Begitu syahdu. Sambil diiringi tilawah Qur'an masjid agung yang menggema sembari menunggu waktu shalat zuhur tiba.

Takbir pertama.. Al-fatihah dilantunkan setiap jamaah. Lirih. Menggetarkan hati masing-masing insan. Entah mengapa mata ini mulai berkaca-kaca. Tanpa terasa ada titik-titik air mata keluar. Takbir kedua sampai takbir terakhir.. Dada ini semakin bergemuruh. Terbayang akan penderitaan saudara kami di sana. Terkurung dalam ketakutan. Dihujani ratusan roket dan ribuan peluru. Ketika senjata modern harus berhadapan dengan batu-batu yang dilempar dengan keyakinan. Ketika rumah-rumah dan banguanan hanya tinggal puing-puing. Saat air mata tertumpah. Saat darah bersimbah...

Perlahan titik air mata tadi jatuh sampai membasahi pipi. Aku hanya berharap tetes air mata ini tidak tertangkap kamera para jurnalis yang sibuk mengambil foto dari angle terbaik mereka, apalagi tersorot kameramen dari stasiun TV.

Kuusap pipiku, berusaha agar wajah ini tetap kelihatan cerah.
Hanya ini yang bisa kami lakukan sekarang. Semoga Allah membayar setiap tetes air mata mereka, keringat mereka, dan darah mereka. Dan perjuangan ini takkan pernah berhenti sampai negeri yang suci itu terbebaskan.

Pergantian Tahun

Sungguh biadab bangsa zionis itu. Mereka mewarnai pergantian tahun baru mereka bukan dengan meluncurkan kembang api, tapi dengan meluncurkan roket dan rudal ke jalur Gaza. Mereka tidak menikmati percik api di langit, tapi kobaran api di permukiman penduduk.
Mereka lebih senang mendengar dentuman ledakan dan desingan peluru ketimbang tiupan terompet.
Sepertinya telinga mereka lebih memilih jerit tangis wanita dan anak-anak dibanding konser musik yang memuakkan. Bahkan mereka berpesta pora dengan daging manusia yang terbakar dan darah yang bercecer tertumpah.


Sungguh aneh bangsa ini. Mereka lebih memilih merayakan pergantian tahun umat lain. Mereka mewarnainya dengan pesta kembang api, konser musik, tiupan terompet, makan sate maupun jagung bakar semalaman suntuk. Begadang. Besoknya, mereka terpejam tanpa tenaga di kasur masing-masing. Tanpa manfaat. Hanya kesia-sian belaka.
Semoga mata mereka terbuka lebar-lebar.

Sunday, November 30, 2008

Menjadi Matahari

Aku ingin menjadi matahari!!

Bukan menjadi bintang…
Yang hanya bisa bersinar
Tanpa berbagi kehangatan
Terlalu jauh untuk memberi cahaya

Bukan menjadi rembulan…
Yang begitu tampak mempesona
Padahal penuh dengan bopeng-bopeng
Hanya bisa memantulkan cahaya orang lain

Bukan menjadi awan…
Hanya bergerak kemana angin menuntun
Bukan menjadi gunung….
Hanya statis tanpa pergerakan

Aku ingin menjadi matahari!!!
Tapi...bukan sembarang matahari

Bukan matahari petang…
Yang semakin lama semakin redup
Semakin pasrah diselimuti malam

Bukan matahari di tengah hari…
Yang angkuh di puncak langit
Semakin garang membakar siang

Aku ingin menjadi matahari!!!!

Ya…Tidak lain matahari terbit
Matahari yang begitu hangat tersenyum
Berbagi cahaya dan kehangatan
Mengusir malam yang pekat
Mengusir dingin yang menusuk


070207

Dunia di Balik Jendela

Huh… aku hanya terlelap dalam mimpi
Begitu betah di kasur kengganan
Begitu nyaman di bantal kemalasan
Tenggelam dalam keacuhan menatap dunia

Perlahan kubuka jendela
Sekat pemisah kamarku dan dunia yang sebenarnya
Perlahan-lahan
Lebar-lebar

Apa ini?

Bukan udara segar yang masuk memenuhi rongga dada
Tapi bau mesiu, darah, dan mayat yang menyengat
Pekat... menyesakkan

Bukan kicau burung yang bergetar menabuh gendang telinga
Tapi teriakan, makian, dan tangis yang mengiris
Memekakkan... memilukan

Bukan pandangan indah yang jatuh di retina
Melainkan kemurkaan bumi dikarenakan tangan manusia
Darah yang tertumpah hanya atas nama perbedaan
Isme-isme berselisih menancapkan doktrin dan janji
Pemimmpin yang kekenyangan di atas kelaparan rakyatnya

Aku tersentak
Lalu terdiam

Bingung?
Takut...

Akankah aku terus terdiam di kamar ini?
Menikmati kehangatan bersama ketidakpedulian
Sampai kekelaman di luar mendobrak pintu kamar sempit ini

Tidak...

Aku harus bergerak
Keluar menatap relita
Ikut berjuang dalam barisan pemuda

Walaupun hanya dengan mata pena
Walaupun hanya dengan megaphone
Walaupun hanya dengan harapan
Walaupun hanya dengan keyakinan

140408

alhamdulillah, goresan pena saya ini mendapat juara 2 lomba puisi LPM di aula PascaSarjana UNSRI

Lukisan Kehidupan

Aku hanyalah sehelai kanvas
Kuas milik-Nya lembut membelaiku
Menggoreskan warna-warni kehidupan

Kadang merah…kadang biru
Kadang kuning…dan kadang hijau
Saat marah…saat tenang
Saat angkuh…dan saat tunduk

Ketika putih menggoresku
Kesejukan menghampiriku
Kedamaian hadir bersamaku
Saat itulah aku harus bersyukur

Ketika hitam menggoresku
Hanya ada duka yang pekat
Hanya ada air mata kepedihan
Saat itulah aku harus bersabar

Ya…inilah warna-warna yang kudapat
Inilah lukisan terbaik dari-Nya
Yang harus aku terima sepenuhnya
Agar aku menjadi mulia di mata-Nya
Tentu…Di mata Sang Pelukis Kehidupan


070706

Terbang

Terbang

Sayap ini begitu hitam
Pekat oleh debu dan kotoran
Sayap ini begitu basah
Rapuh oleh dingin yang merasuk

Layakkah aku kepakkan sayap ini?
Terbang menuju cahaya putih itu
Terbang menuju ridho dari-Mu

Monday, November 24, 2008

Sedikit Tentang AAS

Hasbullah, itulah nama sekaligus doa terindah dari orang tuaku. Sejak kecil ampe sekarang akrab dipanggil "AAS". Sekarang lagi kuliah di Arsitektur Unsri.

Oya, aku ini termasuk seorang pemenang lho(^_^)... Setelah berhasil bersaing dengan 250 juta benih sperrma, akhirnya hanya aku yang bisa menembus ovum bunda. ( kalo gitu, kita semua dilahirkan sebagai pemenang..tinggal gimana cara kita mempertahankan kemenangan itu...betul gak?! ).

Selanjutnya, biarkan Al-Qur'an yang bercerita :
"Kemudian, air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Mahasuci Allah, Pencipta Yang Paling Baik." (QS. Al-Mukminun: 14) 

Subhanallah... Al-Qur'an sudah dapat menjelaskan hal yang baru ratusan tahun lalu dapat dijelaskan oleh ilmu kedokteran. Padahal, Al-Qur'an diturunkan 1500 tahun yang lalu dan disampaikan oleh seorang Rasul yang ummi, Muhammad Saw. 

Yupz....kembali ke cerita tokoh utama 'profile' ini....
Finally, pada tanggal 23 Maret 1989, aku ditransfer dari rahim bunda ke dunia yang fana ini. Dunia yang sangat menentukan kehidupan kekal di negeri akhirat kelak.

Aku yakin, semua kekurangan dan kelebihan yang diberikan kepadaku adalah yang terbaik dari Allah. Dan wajib aku syukuri, nikmat yang paling besar ini, yaitu iman. Dan semoga iman ini tetap di dada sampai Izrail menjemput. Amin.....